ARJUNA : Bima.... Bima.... Kau tampak lesu sekarang. Wajah ramahmu dulu, kini memendam amarah.Apa yang salah Bima ?! Nasibku memeng kurang bagus, tetapi setidaknya aku masih bisa memotivasi kamu Bima, agar kamu bisa maju.
Arjuna membuka tas punggungnya , mengeluarkan notes. Membuka catatan yang ada didalamnya. Mengangkat notes, menunjukkan pada Bima.
ARJUNA : Kau masih ingat Bima, dalam buku ini aku mencatat semua tentang kita, tentang aku dan kau. Dua puluh tiga tahun silam Bima, engkau sangat ramah dan gigit. Kau cerdas, berjiwa religius,
penuh semangat sampai - sampai engkau mengembara menyusuri pulau - pulau. Aku masih yakin
Bima, kau punya potensi besar untuk di kembangkan. kau adalah bibit unggul bangsa ini. Aku
pernah berkhayal (sambil mengingat masa lalu), kau akan menjadi pionir mengatasi krisis bangsa
ini. Aku pernah optimis akan hal itu, dan sekarang aku masih optimis. Cuma memang kau butuh
tetapi untuk bisa bangkit lagi.
Bima diam menunduk, air mata membaca tertahan didalam selaput mata. Meronta ingin tumpah, tetapi kerontang karna pertanyaan tak terjawab. kerongkongan tak lagi berpita suara. Bumi berlubang tak mampu melawan tatapan tajam Bima. Arjuna risau campur emosi, hadirkan laksa pertanyaan tertuju hanya dan hanya kepada bima.
ARJUNA : Apa yang salah bima ?! Mengapa kreativitasmu mandul, daya nalarmu bisul, dan satu lagi Bima.
Jiwa sosialmu , jiwa religiusmu terkikis oleh kapitalisme tanpa kau sadari. Ya... kapitalisme telah
membunuh kreativitas dengan daya inovatifmu. Dan kini kapitalisme telah melemparmu ke ujung
kakimu. kau harus bangkit Bima.
Arjuna kembali menyadari bahwa Bima butuh pertolongan cepat. Butuh perhatian. Butuh keikhlasan cinta untuk memotifasi agar bisa bangkit kembali. Bima merasa jati dirinya tergugat oleh Arjuna.
ARJUNA : Maafkan aku bima, aku tidak bermaksud menggugat keberadaanmu Bima. Insya Allah aku akan
berusaha sekuat tenaga membantumu dengan kekuatan dan optimisme yang aku miliki.
Bima masih merenungi kata - kata Arjuna, Bima berusaha mengatur tata bahasa, mengumpulkan tenaga merangkai kata argumen.
BIMA : Maafkan aku Arjuna, maafkan aku saudaraku. Aku terjebak oleh cinta. Aku telah membaca
kalimat - kalimat cinta Kahlil Gibran. aku mungkin keliru karena telah menganggap orang - orang
yang berjuang bersamaku, termasuk kau arjuna belum mencintaiku dengan ikhlas. Bima
menerawang tak bisa menjawab pertanyaan dirinya sendiri). Aku tak tau mungkin aku terlalu
sensitive karena terhipnotis kalimat cinta Gibran.
Arjuna mendekati Bima, berusaha meyakinkan Bima bahwa dirinya benar - benar mencintai Bima dengan ikhlas. Memegang pundaknya, membawanya pada sebuah harapan dengan penuh optimis.
Laksmi dan Srikandi , seperti halnya Arjuna , berusaha memotifasi Bima untuk bangkit. Sengkuni berusaha mendengar percakapan Laksmi dan Srikandi. Ia membuntuti dari belakang dengan tujuan agar bisa mendengar apa yang diperbincangkan.
LAKSMI : (Beriringan dengan Srikandi) Eh Sri, kenapa sih Bima kok kelihatannya nggak semangat, pada
hal dulu, ketika kita sama - sama di Jakarta dulu, dia yang ngotot pulang karena ingin
membangun kampung halaman. Sayang bangetkan. Karena antara kita, dia, Arjuna, dan yang
lain. Dia yang paling semangat, paling optimis dan mungkin satu - satunya yang paling
berpotensi dari kita semua.
SRIKANDI : Gosip - gosipnya sih, dia putus cinta. Eh.....Eh...... Maksudku, dia menganggap kita nggak
ikhlas sama dia. Dan itu setelah dia baca Kahlil.... Kahlil.....
LAKSMI : Kahlil Gibran
SRIKANDI : EH ia, kali girang
LAKSMI : Kahlil Gibran
SRIKANDI : Kahlil Girang
LAKSMI : Kah... Lil... Gib... Ran...
SRIKANDI : Kah... Lil... Gib... Ran. Aaaa.... iya... iya... Kahlil Gibran
LAKSMI : Ooh begitu ya. memang sih kita kadang _ kadang kita tidak bisa menyesuaikan isi bacaan dgn
realitas di lapangan. Ide yg menari - nari dlm pkiran jg sring brtntangan dgn realtas. trjdi
kntradiksi. Ttp kyaknya aku nngak prcya klo Bima mngalami kntradiksi dlam mnyingkapi
realita.
SRIKANDI : Eh iya. Soal kntradiksi itu lbh baik kt tnyakan sj pd Arjuna.
LAKSMI : Ayo.
Mendengar isi pembicaraan Laksmi dan Srikandi. Sengkuni tertawa riang.
SENGKUNI : Ha... ha... ha... (trtawa) Good bye Bima, ini saatnya aku menunjukkan diri. Agar semua org
tau. Bahwa akulah yg nmor satu. Akulah yg lbih unggul dan kau Bima, lbih baik mti sj sekalian.
Biar mampus. Ha... ha... ha... kacian deh luuuu, Bima. Ha... ha.. ha...
Arjuna sdang memikirkn nsibnya Bima. Metode dan strategi dipkirkan agr Bima bisa bngkit lg. Laksmi dan Srikandi yg dtang utk menanyakan prihal adanya kontradksi pd diri Bima, tpat pd saat Arjuna membutuhkan bantuan mrka utk memlihkan lg optimisme Bima.
LAKSMI : (hampir bersmaan dgn SRIKANDI) Arjuna, kau sdang mlamun rupanya. Apa yg sdang kau
pikirkan?
ARJUNA : Akusdang memikirkan ttg Bima, kawan. Bima hrs bangkit. Bima hrs kt bangkitkan.
SRIKANDI : Kebetulan Arjuna. Kami mau mnanyakan pd mu ttg Bima yg kbarnya mngalami kntradiksi.
ARJUNA : Ceritanya pnjang, kawan. klian tau kan klau Bima brjiwa religius ? smangat aktivitasnya luar
biasa. Ttp skrang rpanya optimisme tlah mnjadi hampa. Daya produktifitasnya bralih ke
konsumtif. Jiwa sosialnya tlah brgnti kpasitas. Manja. Dan brpkiran absurd. Khayal. ilutif.
Pdahal kt prnah brharap dia akan mnjadi unggulan ngra ini. krna jiwa religiusnya.
LAKSMI : Terus trang kntradiksi itu ?
ARJUNA : msih krang jlas, ttp aku dngar sprtinya Sengkuni tlah mracuni pkirannya dgn memberikan
minuman keras
LAKSMI : Lntas apa yg kita lkukan ?
ARJUNA : (mngeluarkan buku di dlam tas) Aku tlah mncatatnya dlam buku ini.
Sengkuni dgn dua org tmannya dtang utk mnyatakan kpd teman - teman Bima. Bahwa ia adlah yg nomor satu di kampung ini.
SENGKUNI : Ha... ha... ha... klian hrus mngakui bahwa akulah yg nomor satu. Apakah klian msih brharap
Bima adlah unggulan kalian ? Percuma, kawan. Dan buku itu, srahkan kepada ku skrang juga.
Terjadilah pertarungan antara Sengkuni Cs dgn Arjuna. Arjuna berusaha utk mempertahankan buku yg ada di tangannya. Tetapi apa daya Bima, sedangkan Laksmi dan Srikandi tdk bisa berbuat apa - apa. Sengkuni memenangkan pertandingan itu dan buku catatan ttg strategi membangun Bima.
ARJUNA : Laksmi, Srikandi, kita harus berusaha agar buku itu jangan sampai jatuh ketangan Sengkuni.
Jatuh ke tangan orang - orang jahat. Kalao tidak, maka Bima tidak akan pernah bisa bangkit.
Dan nasib Bima sepuluh tahun mendatang akan lebih tragis. Semangat religiusnya hanya akan
mejadi legenda mati.
Komentar
Posting Komentar