Sejarah Ergonomi dan Perkembangannya




  1. Ergonomi
  1. Sejarah Ergonomi dan Perkembangannya
Perubahan waktu secara perlahan-lahan telah merubah manusia dari keadaan primitif menjadi manusia yang berbudaya. Kejadian antara lain terlihat pada perubahan rancangan peralatan-peralatan yang digunakan, yaitu mulai dari batu yang tidak berbentuk menjadi batu yang mulai berbentuk dengan meruncingkan beberapa bagian dari batu tersebut. Perubahan pada alat sederhana ini menunjukkan bahwa manusia sejak awal kebudayaan berusaha memperbaiki alat-alat yang dipakainya untuk memudahkan pemakaiannya. Hal ini terlihat lagi pada alat-alat batu runcing yang bagian atasnya dipahat bulat tepat sebesar genggaman sehingga lebih memudahkan dan menggerakkan pemakaiannya.

Pada abad ke-20 orang mulai mensistemasikan cara-cara perbaikan tersebut dan secara khusus mengembangkannya. Usaha-usaha ini terus berkembang terus menerus dan sekarang dikenal sebagai salah satu cabang ilmu yang disebut Ergonomi. Istilah untuk ilmu baru ini berbeda dibeberapa negara, seperti: “Arbeltswissenschaft” di Jerman “Bioteknologi” dinegara-negara Skandinavia: “Human Engineering”. “Human Factor Engineering” di negara-negara Amerika bagian utara. Perbedaan nama-nama diatas hendaknya tidak dijadikan masalah, karena secara praktis istilah-istilah tadi mempunyai maksud yang sama.

  1. Definisi dan Ruang Lingkup Ergonomi
Ergonomi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dengan elemen-elemen lain dalam suatu sistem dan pekerjaan yang mengaplikasikan teori, prinsip, data dan metode untuk merancang suatu sistem yang optimal, dilihat dari sisi manusia dan kinerjanya. Ergonomi memberikan sumbangan untuk rancangan dan evaluasi tugas, pekerjaan, produk, lingkungan dan sistem kerja, agar dapat digunakan secara harmonis sesuai dengan kebutuhan, kemampuan dan keterbatasan manusia (International Ergonomic Assosiation, 2002)

Spesialisasi bidang ergonomi meliputi: ergonomi fisik, ergonomi kognitif, ergonomi sosial, ergonomi organisasi, ergonomi lingkungan dan faktor lain yang sesuai. Evaluasi ergonomi merupakan studi tentang penerapan ergonomi dalam suatu sistem kerja yang bertujuan untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan penerapan ergonomi, sehingga didapatkan suatu rancangan keergonomikan yang terbaik. Adapun isi ruang lingkup bidang ergonomi meliputi:
  • Ergonomi Fisik : berkaitan dengan anatomi tubuh manusia, anthropometri, karakteristik fisiolgi dan biomekanika yang berhubungan dengan aktifitas fisik. Topik-topik yang relevan dalam ergonomi fisik antara lain: postur kerja, pemindahan material, gerakan berulan-ulang, sumber daya manusia (SDM), tata letak tempat kerja, keselamatan dan kesehatan.
  • Ergonomi Kognitif: berkaitan dengan proses mental manusia, termasuk di dalamnya; persepsi, ingatan, dan reaksi, sebagai akibat dari interaksi manusia terhadap pemakaian elemen sistem. Topik-topik yang relevan dalam ergonomi kognitif antara lain; beban kerja, pengambilan keputusan, performance, human-computer interaction, kehandalan manusia, dan stress kerja.
  • Ergonomi Organisasi: berkaitan dengan optimasi sistem sosioleknik, termasuk sturktur organisasi, kebijakan dan proses. Topik-topik yang relevan dalam ergonomi organisasi antara lain; komunikasi, manajemen sumber daya manusia (MSDM), perancangan kerja, perancangan waktu kerja, teamwork, perancangan partisipasi, komunitas ergonomi, cultur organisasi, organisasi virtual, dll.
  • Ergonomi Lingkungan: berkaitan dengan pencahayaan, temperatur, kebisingan, dan getaran. Topik-topik yang relevan dengan ergonomi lingkungan antara lain; perancangan ruang kerja, sistem akustik dan lain-lain.



  1. Kognitif
  1. Sejarah Perkembangan Kognitif
Istilah kognisi berasal dari bahasa latin cognoscere yang artinya mengetahui. Kognisi dapat pula diartikan sebagai pemahaman terhadap pengetahuan atau kemampuan untuk memperoleh pengetahuan. Istilah ini digunakan oleh filsuf untuk mencari pemahaman terhadap cara manusia berpikir. Karya Plato dan Aristotle telah memuat topik tentang kognisi karena salah satu tujuan filsafat adalah memahami segala gejala alam melalui pemahaman dari manusia itu sendiri.

Kognisi dipahami sebagai proses mental karena kognisi mencermikan pemikiran dan tidak dapat diamati secara langsung. Oleh karena itu kognisi tidak dapat diukur secara langsung, namun melalui perilaku yang ditampilkan dan dapat diamati. Misalnya kemampuan anak untuk mengingat angka dari 1-20, atau kemampuan untuk menyelesaikan teka-teki, kemampuan menilai perilaku yang patut dan tidak untuk diimitasi. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai kognisi maka berkembanglah psikologi kognitif yang menyelidiki tentang proses berpikir manusia. Proses berpikir tentunya melibatkan otak dan saraf-sarafnya sebagai alat berpikir manusia oleh karena itu untuk menyelidiki fungsi otak dalam berpikir maka berkembanglah neurosains kognitif.

Psikologi Kognitif muncul pada abad ke-19 dan 20 dimana Wilhelm Wundt (1832-1920) seorang psikolog dari Jerman mengajukan ide untuk mempelajari pengalaman sensori melalui introspeksi. Dalam mempelajari proses perpindahan informasi atau berpikir, maka informasi tersebut harus dibagi dalam struktur berpikir yang lebih kecil. Aliran strukturisme Wundt berfokus pada proses berpikir, namun aliran fungsionalisme berpendapat bahwa penting bagi manusia untuk tahu apa dan mengapa mereka melakukan sesuatu.

William James (1842-1910) seorang pragmatisme-fungsionalisme melontarkan gagasan mengenai atensi, kesadaran serta persepsi. Setelah itu munculah aliran assosiasi (Edward Lee Thorndike, 1874-1949) yang mulai menggunakan stimulus dan diikuti dengan aliran behaviorisme yang memasangkan antara stimulus dan respon dalam proses belajar. Pendekatan behaviorisme radikal yang dibawakan oleh B.F. Skinner (1904-1990) menyatakan bahwa semua tingkah laku manusia untuk belajar, perolehan bahasa bahkan penyelesaian masalah dapat dijelaskan dengan penguatan antara stimulus dan respon melalui hadiah dan hukuman. Namun pendekatan behaviorisme belum dapat menjawab alasan perilaku manusia yang berbeda misalnya melakukan perencanaan, pilihan dan sebagainya. Edward Tolman (1886-1959) percaya bahwa semua tingkah laku ditujukan pada suatu tujuan. Menggunakan eksperimen dengan tikus yang mencari makanan dalam maze, percobaan ini membuktikan bahwa terdapat skema atau peta dalam kognisi tikus. Hal ini membuktikan bahwa tingkah laku melibatkan proses kognisi. Oleh karena itu beberapa pihak mengakui Tolman sebagai Bapak Psikologi Kognitif Modern. Selain Tolman, Albert Bandura (1925) juga mengkritik behaviorisme dengan menyatakan bahwa belajar pun dapat diperoleh melalui lingkungan sosial dari individu. Dalam perolehan bahasa, Noam Chomsky (1928 ) seorang linguis- juga mengkritik behaviorisme dengan menyatakan bahwa otak manusia dibekali dengan kemampuan untuk mengenali dan memproduksi bahasa.

Menurut Piaget (dalam Santrock, 2001), seorang remaja termotivasi untuk memahami dunia karena perilaku adaptasi secara biologis mereka. Dalam pandangan Piaget, remaja secara aktif membangun dunia kognitif mereka, di mana informasi yang didapatkan tidak langsung diterima begitu saja ke dalam skema kognitif mereka. Remaja sudah mampu membedakan antara hal-hal atau ide-ide yang lebih penting dibanding ide lainnya, lalu remaja juga menghubungkan ide-ide tersebut. Seorang remaja tidak saja mengorganisasikan apa yang dialami dan diamati, tetapi remaja mampu mengolah cara berpikir mereka sehingga memunculkan suatu ide baru.

Perkembangan kognitif adalah perubahan kemampuan mental seperti belajar, memori, menalar, berpikir, dan bahasa. Piaget (dalam Papalia & Olds, 2001) mengemukakan bahwa pada masa remaja terjadi kematangan kognitif, yaitu interaksi dari struktur otak yang telah sempurna dan lingkungan sosial yang semakin luas untuk eksperimentasi memungkinkan remaja untuk berpikir abstrak. Piaget menyebut tahap perkembangan kognitif ini sebagai tahap operasi formal (dalam Papalia & Olds, 2001). Tahap formal operations adalah suatu tahap dimana seseorang sudah mampu berpikir secara abstrak.

  1. Definisi dan Ruang Lingkup Kemampuan Kognitif
Kognisi merupakan suatu aktifitas mental yang melibatkan proses akuisi (acquisition), penyimpanan (storage), pemanggilan (retrieval) dan penggunaan (use) pengetahuan (Matlin, 1994). Simon dan Kaplan (1989) menyebutkan bahwa studi kognitif (cognitive science) merupakan studi mengenai kecerdasan dan system cerdas dengan referensi tertentu mengenai prilaku kecerdasan sebagai komputasi. Keilmuan kognitif dapat pula dilihat sebagai studi dari kognitif itu sendiri yang meliputi prototype dari sebuah fenomena atau biasa dikenal dengan presepsi, pemecahan masalah (problem solving), reasoning, pembelajaran (learning), dan memori (pylyshyn, 1989). Cognitive science juga merupakan suatu bidang keilmuan yang berusaha untuk menjawab pertanyaan mengenai proses munculnya suatu pengetahuan, termasuk komponen, pengembangan, dan pemanfaatan pengetahuan tersebut (Gardner, 1985). Adapun bahasan kognitif meliputi (Matlin, 1994):
  • Proses presepsi (perceptual process).
  • Memori (memory).
  • Model Mental (mental images).
  • Kemampuan bahasa: mendengarkan (listening), membaca (reading).
  • Produksi bahasa (language speaking): berbicara (speaking), menulis (writing).
  • Pemecahan masalah dan kreativitas (creativity).
  • Pertimbangan logis (logical reasoning) dan pengambilan keputusan (decision making).
Kemampuan kognitif diatas akan digunakan pada saat membaca, mendengarkan dan memahami instruksi, menghadapi masalah yang harus dipecahkan, menghadapi pilihan keputusan dan lain-lain.

Kognitif atau disebut juga kognisi yang berarti adalah “proses berpikir”. Kognisi adalah kepercayaan seseorang tentang sesuatu yang didapatkan dari proses berpikir tentang seseorang atau sesuatu. Proses berpikir yang dilakukan adalah memperoleh pengetahuan dan memanipulasi pengetahuan melalui aktivitas mengingat, menganalisa, memahami, menilai, menalar, membayangkan dan berbahasa. Kapasitas atau kemampuan kognitif yang dimiliki setiap individu erat kaitannya dengan kecerdasan atau inteligensi. Kecerdasan dapat diukur dengan menggunakan alat psikometri yang biasa disebut test IQ. Dalam beberapa kasus, kecerdasan bisa termasuk kreativitas, kepribadian, watak, pengetahuan atau kebijaksanaan. Namun, beberapa psikolog tak memasukksan hal-hal tadi dalam kerangka definisi kecerdasan. Kecerdasan biasanya merujuk pada kemampuan atau kapasitas mental dalam berpikir, namun belum terdapat definisi yang memuaskan mengenai kecerdasan. Stenberg & Slater (1982) mendefinisikan kecerdasan sebagai tindakan atau pemikiran yang bertujuan dan adaptif. Kecerdasan dapat dibagi dua yaitu kecerdasan umum biasa disebut sebagai faktor-G maupun kecerdasan spesifik. Akan tetapi pada dasarnya kecerdasan dapat dipilah-pilah. Berikut ini pembagian spesifikasi kecerdasan menurut L.L. Thurstone:

Salah satu alat ukur dalam uji kecerdasan atau uji kognitif yang umum dipergunakan untuk mendapatkan taraf kecerdasan yakni skala Wechsler, dimana skala weshcler dibagi dalam dua kelompok besar yaitu kemampuan Verbal Inteliqence Quotient (VIQ) dan kemampuan Performance Inteliqence Quotient (PIQ).

Tes IQ dari David Wechsler terdiri dari enam sub tes verbal dan lima sub tes performance. Tes verbal terdiri dari:
  • Information: pengetahuan umum, pendidikan, minat, budaya dan masyarakat sekitarnya
  • Comprehension: problem praktis atau konkret, keterangan, sifat kepribadian, dan latar belakang budaya
  • Arithmetic: konsentrasi, kecepatan dan ketepatan berhitung
  • Similarities: daya abstraksi dan esensial problem
  • Digit span: konsentrasi dan ingatan mekanis
  • Vocabulary: mengungkapkan kemampuan bahasa

Tes performance terdiri dari:
  • Picture completion: persepsi kritis, taraf kemampuan, persepsi visual, pengenalan visual, melihat bagian-bagian yang esensial dan minat
  • Picture arrangement: daya observasi, cara berpikir, trial and eror, logika, insight dalam situasi sosial dan relasi
  • Block design: konsentrasi, kemampuan analisa, sintesa, cara berpikir global atau sistematis, pendekatan terhadap situasi, kepribadian, trial and eror
  • Object assembly: kecepatan, insight, kemampuan abstraksi dan sintesa
  • Digit symbol: kecepatan kerja, ketelitian, ingatan mekanis, sensomotorik, proses learning.

Ruang lingkup kognitif atau ranah kognitif, bertujuan pada orientasi kemampuan “berpikir” mencakup kemampuan intelektual yang sederhana yaitu “mengingat” sampai pada satu kemampuan untuk memecahkan masalah. Pembagian ruang lingkup atau ranah kognitif ini dibuat oleh Benyamin S. Bloom yang membagi ranah kognitif dalam enam bagian utama berdasarkan kutipan buku-buku asli yang ditulisnya yakni; Knowledge D. Analysis, Comprehension E. Sinthesis dan Application F. Evaluation, yang bertujuan untuk kepentingan instruksional dalam perancangan memanfaatkan kata kerja operasional sebagai evaluasi proses pembelajaran.

Tabel 2.1. Ruang Lingkup atau Tingkatan Ranah Kognitif
No.
Tingkatan Ranah
Kata Kerja Operasional
1
Pengetahuan/Pengenalan
Mengidentifikasi
Memilih
Menyebutkan nama
Membuat daftar
2
Pemahaman
Membedakan
Menjelaskan
Menyimpulkan
Memperkirakan
3
Penerapan
Menghitung
Mengembangkan
Menggunakan
Memodifikasi
4
Analisis
Membuat diagram
Membedakan
Menghubungkan
Menjabarkan
5
Sintesis
Menciptakan
Mendesain
Memformulasikan
Membuat prediksi
6
Evaluasi
Membuat Kritik
Membuat Penilaian
Membandingkan
Membuat Evaluasi





Berikut ini gambar penilaian pengujian kemampuan kognitif menurut david weschler.
Gambar 2.1. Full Scale IQ

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pengukuran terhadap kemampuan kognitif yakni:
  • Usia.
  • Jenis Kelamin.
  • Tingkat Pendidikan.
  • Jenis Pekerjaan.
  • Lama bekerja (pengalaman kerja atau waktu kerja).
  • Kemampuan ekonomi.
  • Riwayat Penyakit yang berhubungan dengan kepala (seperti kanker atau tumor otak), stroke, jantung dan lain-lain.
  • Lingkungan.
  • Motivasi
  • Konsep diri
  • Dan stress kerja.




2.3. Usia
Berdasarkan undang-undang ketenagakerjaan pengertian ‘pekerja usia muda’ adalah seorang pekerja yang telah berusia 15 tahun tetapi masih berada dibawah usia 18 tahun. Masa muda merujuk pada seseorang antara usia 18 – 39, dibawah itu biasa disebut remaja dan diatas umur tersebut adalah usia pertengahan. Orang muda biasanya sehat dan jarang menjadi sasaran penyakit maupun masalah akibat penuaan. Organisasi kesehatan dunia (WHO) menggolongkan usia lanjut menjadi empat bagian yaitu: usia pertengahan (middle age) 45 -59 tahun, lanjut usia (elderly) 60 -74 tahun, lanjut usia tua (old) 75 – 90 tahun dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.

2.4. Teknik dan Alat Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah cara yang dapat digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data. Ada 3 teknik dalam pengumpulan data yaitu:
  1. Teknik Observasi
Teknik obsevasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data dimana peneliti mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap objek yang diteliti, baik dalam situasi buatan yang secara khusus diadakan (Laboratorium) maupun dalam situasi alamiah atau sebenarnya (Lapangan).

  1. Teknik Wawancara
Teknik wawancara merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan mengandakan tanya jawab, baik secara langsung maupun tidak langsung secara tatap muka (personal face to face interview) dengan sumber data (responden). Wawancara langsung diadakan dengan orang yang menjadi satuan pengamatan dan dilakukan tanpa perantara. Jadi sumber datanya adalah orang yang diamati.

  1. Teknik Kuesioner
Kuesioner atau yang juga dikenal sebagai angket merupakan salah satu teknik pengumpulan data dalam bentuk pengajuan pertanyaan tertulis melalui sebuah daftar pertanyaan yang sudah dipersiapkan sebelumnya dan harus diisi oleh responden.

2.5. Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Langkah yang tak kalah penting dalam rangka kegiatan pengumpulan data adalah melakukan pengujian terhadap instrumen (alat ukur) yang akan digunakan. Kegiatan pengujian instrumen penelitian meliputi dua hal, yaitu pengujian validitas dan reabilitas. Pentingnya pengujian validitas dan reabilitas ini, berkaitan dengan proses pengukuran yang cenderung kepada keliru. Apalagi dalam penelitian ilmu-ilmu sosial, variabel-variabel yang diteliti sifatnya lebih abstrak sehingga sukar untuk dilihat dan divisualisasikan, atau dijamah secara realita, tidak seperti ilmu-ilmu eksakta. Karena itu variabel-variabel dalam ilmu sosial, yang berasal dari konsep, perlu diperjelas dan diubah bentuknya sehingga dapat diukur dan dipergunakan secara operasional. Untuk itulah uji reabilitas dan validitas diperlukan sebagai upaya memaksimalkan kualitas alat ukur, agar kecenderungan keliru tadi dapat diminimalkan. Dengan demikian dapat kita katakana bahwa validitas dan reabilitas adalah tempat kedudukan untuk menilai kualitas semua alat dan prosedur pengukuran.
Standardisasi yang merupakan langkah penting dalam merancang dan mengevaluasi tes dan peralatan pemeriksaan psikologi, bukan langkah terakhir. Sebelum tes digunakan dengan sejumlah keyakinan, informasi terkait dengan reliabilitas dan validitas tes untuk tujuan khusus harus didapatkan.

2.5.1. Validitas Alat Ukur
Secara tradisional, validitas didefinisikan sebagai sejauh mana tes mampu mengukur apa yang didesain untuk diukur. Kelemahan definisi ini adalah implikasi bahwa tes hanya memiliki satu validitas, yang barangkali dibentuk dari satu studi saja. Sebenarnya, tes dapat memiliki banyak validitas berbeda, tergantung pada tujuan khusus untuk apa tes dirancang, populasi sasaran, kondisi ketika tes diadakan, dan metode dalam menentukan validitas. Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat–tingkat ke valid dan atau kesahihan sesuatu instrumen. Suatu instrumen yang dianggap valid (sahih) jika instrument tersebut mampu mengukur terhadap apa yang diinginkan atau sebenarnya di ukur. (Arikunto,1998:160).

Metode yang menentukan validitas meliputi:
  1. Menganalisa isi tes.
  2. Menghitung korelasi antara skor pada tes dan skor pada criteria yang dimaksud.
  3. Dan membuat investigasi karakteristik atau susunan psikologi tertentu yang diukur.

Ada lima jenis validitas untuk instrument penelitian, yaitu:
  • Validitas Tampang (face validity)
Validitas tampang dimiliki ketika suatu alat ukur kelihatannya bener-bener mengukur apa yang hendak diukur. Misalnya: tes bahasa inggris, soalnya berupa tulisan dalam bahasa inggris. Tes kepribadian,, soalnya menanyakan masalah kebiasaan-kebiasaan atau kecenderungan-kecenderungan prilaku, bukan menanyakan jumlah mobil yang dimiliki atau sebagainya.
  • Factorial Validity
Penilaian terhadap validitas faktor suatu alat ukur harus ditinjau dari segi apakah item-item yang disangka mengukur faktor-faktor tertentu telah benar-benar dapat memenuhi fungsinya mengukur faktor-faktor yang dimaksudkan. Untuk dapat menyelesaikan penilaian ini dapat ditempuh dua jalan:
  • Dengan kriterium internal: mengecek kecocokan antara item-item dengan keseluruhan item.
  • Dengan kriterium eksternal: mengecek apakah item-item itu menunjukkan hal yang sama dengan item-item dari alat ukur lain yang telah dipandang memiliki validitas yang tinggi untuk mengutip faktor yang dimaksud.
  • Content Validity
Disebut juga validitas isi, artinya tes itu harus berisi item-item yang memang diukur oleh tes tersebut.

  • Validitas Logis (logical validity)
Validitas logis adalah validitas yang dinyatakan berdasarkan hasil penalaran. Instrumen dinyatakan memiliki validitas apabila instrumen tersebut telah dirancang dengan baik dan mengikuti teori dan ketentuan yang ada. Artinya apabila instrumen yang sudah disusun berdasarkan teori penyusunan instrumen/instrumen disusun mengikuti ketentuan yang ada, maka secara logis sudah valid. Dengan demikian validitas logis ini langsung diperoleh ketika instrumen telah selesai disusun. Jadi tidak perlu diuji.
  • Validitas Empirik (empirical validity)
Validitas empirik adalah validitas yang dinyatakan berdasarkan hasil pengalaman. Sebuah instrument penelitian dikatakan memiliki validitas apabila sudah teruji dari pengalaman. Dengan demikian syarat instrument dikatakan memiliki validitas apabila sudah dibuktikan melalui pengalaman, yaitu melalui sebuah uji coba.

Cara penentuan validitas pada penelitian ini berdasarkan formula tertentu, diantaranya koefisien korelasi product moment dari Karl Pearson, yaitu (Suharsimi Arikunto, 1993:225) :

Keterangan :
  • rxy = Koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y.
  • X = skor pertama, dalam hal ini X merupakan skor-skor pada item ke-I yang akan diuji validitasnya.
  • Y = skor kedua, dalam hal ini Y merupakan jumlah skor yang diperoleh tiap responden.
  • X = Jumlah skor pertama dalam hal ini X merupakan jumlah seluruh skor pada item ke-i.
  • Y = Jumlah skor kedua, dalam hal ini Y merupakan jumlah seluruh skor pada jumlah skor yang diperoleh tiap responden.
  • XY = Jumlah hasil perkalian antara skor pertama dan skor kedua.
  • X2 = Jumlah hasil kuadrat skor pertama
  • Y2 = Jumlah hasil kuadrat skor kedua
  • N = Jumlah responden.
(Suharsimi Arikunto, 1997 : 162).
Setelah diperoleh harga rxy selanjutnya dikonsultasikan dengan nilai r tabel. Apabila rxy lebih besar atau sama dengan r tabel maka kuesioner/angket dikatakan valid.

2.5.2. Reliabilitas Alat Ukur
Suatu instrumen pengukuran dikatakan reliable jika pengukurannya konsisten dan cermat akurat. Jadi uji reliabilitas instrument dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui konsistensi dari instrumen sebagai alat ukur, sehingga hasil suatu pengukuran dapat dipercaya.

Menurut Sutrisno Hadi (1989) reliabilitas dapat diuji dengan beberapa cara yaitu:
  • Teori pengujian klasik
Teori pengujian ini mengacu pada the true-score model dari spearman. Menurut model ini skor/nilai hasil observasi terdiri dari dua komponen yaitu komponen nilai yang benar ditambah kekeliruan acak yang dalam bentuk symbol ditulis sebagai berikut:
M = T + E
Dimana : M = nilai/skor yang diukur/diobservsi (measured value)
T = nilai/skor yang benar (true value)
E = kesalahan pengukuran (measurement error)

  • Test – retest : artinya pengujian dilakukan pada subjek atau objek penelitian yang sama sebanyak dua kali, dimana hasil skor pengujiannya akan dibandingkan untuk mendapatkan nilai reliabilitas alat ukur itu sendiri. Cara pelaksanaannya dengan meminta responden untuk menjawab pertanyaan atau merespon pertanyaan yang sama sebanyak dua kali sesudah selang waktu tertentu. Sesudah diperoleh jawaban untuk dua kali pelaksanaan kemudian nilai/skor dan hasil pengukuran yang pertama dikorelasikan dengan nilai/skor hasil pengukuran kedua dengan menggunakan formula korelasi product moment atau korelasi tata jenjang sesuai dengan karakteristik data yang diperoleh.

  • Split – Half : artinya pengujian hanya dilakukan sebanyak satu kali kepada objek penelitian, dimana setiap skor item dibelah menjadi dua kelompok misalkan kelompok ganjil – dan kelompok genap. Langkah-langkahnya adalah:
  • Kelompokkan item-item menjadi dua kelompok didasarkan pada kelompok ganjil (nomor item ganjil) dan kelompok genap (nomor item genap) atau secara random.
  • Jumlahkan skor pada setiap kelompok sehingga diperoleh skor total untuk tiap kelompok.
  • Korelasikan skor total antar kelompok dengan formula korelasi product moment atau tata jenjang.
  • Masukkan nilai koefisien tersebut ke dalam rumus sperman-brown untuk mencari koefisien reliabilitas atau didasarkan pada kaidah korelasi Guilford.
Rumus:
ri =
dimana: ri = koefisien reliabilitas
rb = koefisien korelasi antar kelompok

  • Bentuk Paralel : artinya suatu jenis tes yang memiliki bentuk parallel (misalnya bentuk A&B) dan kedua bentuk tersebut sudah diuji terlebih dahulu reliabilitasnya. Melakukan pengukuran kepada responden yang sama secara serempak untuk mengukur konstruk yang sama namun dengan item-item pertanyaan yang berbeda.




2.6. Normalitas Data
Uji nonparametrik digunakan apabila asumsi-asumsi pada uji parametrik tidak dipenuhi. Asumsi yang paling lazim pada uji parametric adalah sampel acak yang berasal dari populasi yang berdistribusi normal, data yang bersifat homogeny dan bersifat linier. Bila asumsi-asumsi ini dipenuhi, atau paling tidak penyimpangan terhadap asumsinya sedikit, maka uji parametrik masih bisa diandalkan. Tetapi bila asumsi tidak dipenuhi maka uji nonparametrik menjadi alternatif.

Pengujian normalitas dilakukan untuk mengetahui normal tidaknya suatu distribusi data. Hal ini penting diketahui berkaitan dengan ketetapan pemilihan uji statistic yang akan dipergunakan. Uji parametrik misalnya mensyaratkan data harus berdistribusi normal. Apabila distribusi data tidak normal maka disarankan untuk menggunakan uji nonparametrik. Pengujian normalitas ini harus dilakukan apabila belum ada teori yang menyatakan bahwa variabel yang diteliti adalah normal.

Pengujian normalitas data dapat dilakukan melalui aplikasi SPSS dengan langkah kerja sebagai berikut:
  1. Siapkan lembar kerja SPSS.
  2. Buatlah definisi (nama) variabel kemudian isikan skor yang diperoleh masing-masing responden pada variabel yang akan diujinormalitasnya.
  3. Klik menu analyze, pilih descriptive, lalu klik explore.
  4. Klik display plots pada kotak display.
  5. Lalu klik plots dan check list normality plots with test pada kotak dialog explore plots lalu klik continue.
  6. Lalu klik variabel yang ingin diuji normalitas datanya untuk masuk kedalam kotak dependent list
  7. Lalu klik ok, maka akan muncul outputnya. Adapun kriteria uji nya: apabila nilai r (probability value/critical value) lebih kecil atau sama dengan (=) tingkat α yang ditentukan maka H0 ditolak. Dalam hal lain H0 diterima (lihat Ating Somantri dan Sambas Ali Muhidin,2006: 162).
2.7. Uji Linieritas
Pengujian linieritas dimaksudkan untuk mengetahui linieritas hubungan antara variabel bebas dengan variabel tergantung, selain itu uji linieritas ini juga diharapkan dapat mengetahui taraf signifikansi penyimpangan dari linieritas hubungan tersebut. Apabila penyimpangan yang ditemukan tidak signifikan, maka hubungan antara variabel bebas dengan variabel tergantung adalah linier (Hadi 2000).

Pengujian linieritas ini memiliki kriteria uji dimana apabila nilai (probability value/critical value) lebih besar atau sama dengan (=) dari tingkat α yang ditentukan maka antara variabel bebas dan tergantung berpola linier dan sebaliknya apabila nilai lebih kecil (<) dari tingkatan α yang ditentukan, maka antara vaiabel bebas dan tergantung tidak berpola linier.

2.8. Norma Skor Standar
Norma merupakan serangkaian skor yang ditetapkan oleh kelompok-kelompok yang representative dari orang-orang yang dituju oleh tes tersebut. Skor-skor yang diperoleh dari kelompok-kelompok ini membari suatu dasar untuk melakukan interpretasi skor individu lain.

Norma skor standar adalah skor terkonversi yang memiliki mean dan stadar deviasi yang diinginkan. Ada banyak jenis skor standar yang berbeda, meliputi skor Z dan skor T dimana:
  • Z score merupakan hasil skor mentah dikurangi rata-rata skor lalu di bagi standar deviasi.
  • T score merupakan hasil z score dikalikan 10 untuk skala 100 lalu ditambah 50, dan itu menjadi norma skor standar. (Lewis R. Aiken 2008, 99).





2.9. Pengujian Statistik
2.9.1. Uji Hipotesis
Istilah hipotesis berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata hupo dan thesis. Hupo artinya sementara atau kurang kebenarannya atau masih lemah kebenarannya. Sedangakan thesis artinya pernyataan atau teori. Karena hipotesis adalah pernyataan sementara yang masih lemah kebenarannya, maka perlu diuji kebenarannya, sehingga istilah hipotesis adalah pernyataan sementara yang perlu diuji kebenarannya. Untuk menguji kebenaran dari uji hipotesis digunakan pengujian hipotesis.

Pengujian Hipotesis akan membawa kepada kesimpulan untuk menolak atau menerima hipotesi. Dengan demikian kita dihadapkan pada dua pilihan. Agar pemilihan kita lebih terinci dan mudah, maka diperlukan hipotesis alternative. Bila sampel diambil dari populasi, maka bukti yang diperoleh dari sampel dapat digunakan untuk membuat pernyataan inferensi mengenai karakteristik populasi. Selain itu, informasi sampel dapat digunakan sebagai hipotesis mengenai populasi yang telah dibentuk atau dibuat. Populasi adalah semua nilai baik hasil perhitungan maupun pengukuran, baik kuantitatif maupun kualitatif, daripada karakteristik tertentu mengenal sekelompok objek yang lengkap dan jelas. Penelitian yang menggunakan seluruh anggota populasinya disebut sampel total atau sensus.

Adapun langkah-langkah dalam uji hipotesis adalah sebagai berikut:
  1. Menentukan hipotesis nol (H0) dan hipotesis tandingan (H1).
  2. Menentukan derajat keberartian (α).
  3. Menentukan tes statistik yang cocok dan menentukan daerah kritis berdasarkan α.
  4. Hitung tes statistik, tolak H0 jika tes statistik ada di daerah kritis, selain itu jangan tolak H0.
  5. Menentukan kesimpulan.


      1. Korelasi
Kata korelasi diambil dari bahasa Inggris yaitu correlation artinya saling hubungan atau hubungan timbak balik. Dalam ilmu statistika istilah korelasi diberi pengertian sebagai hubungan antata dua variabel atau lebih. Tujuan dilakukannya analisis korelasi antara lain:
  1. Untuk mencari bukti terdapat tidaknya hubungan (korelasi) antar variabel.
  2. Untuk melihat tingkat keeratan hubungan antar variabel.
  3. Untuk memperoleh kejelasan dan kepastian apakah hubungan tersebut berarti (signifikan) atau tidak berarti (tidak signifikan).

Tinggi rendahnya, kuat lemahnya atau besar kecilnya suatu korelasi dapat diketahui dengan melihat besar kecilnya suatu angka (koefisien) yang disebut angka indeks korelasi yang disimbolkan dengan  (baca Rho). Dengan kata lain angka indeks korelasi adalah sebuah angka yang dapat dijadikan petunjuk untuk mengetahui seberapa besar kekuatan korelasi diantara variabel yang sedang diselidiki korelasinya.

Angka korelasi berkisar antara 0 sampai dengan ± 1,00 (artinya paling tinggi ± 1,00 dan paling rendah 0). Tanda plus minus pada angka indeks korelasi ini fungsinya hanya untuk menunjukan arah korelasi. Apabila angka indeks korelasi bertanda plus (+) maka korelasi tersebut positif dan arah korelasi satu arah, sedangkan apabila angka indeks korelasi bertanda (-) maka korelasi tersebut negatif dan arah korelasi berlawanan arah, serta apabila angka indeks korelasi sama dengan nol (0) maka hal ini menunjukan tidak ada korelasi.

  • Macam Korelasi
  1. Korelasi Untuk Skala Pengukuran Ordinal
Apabila kita mempunyai dua buah variabel X dan Y yang kedua-duanya memiliki tingkat pengukuran ordinal maka koefisien korelasi yang dapat digunakan adalah Koefisien korelasi Spearman atau Spearman’s Coefficient of (Rank) Correlation dan koefisien korelasi Kendall atau Kendall’s Coefficient of (Rank) Correlation.

  1. Korelasi Untuk Skala Pengukuran Interval
Koefisien korelasi untuk dua buah variabel X dan Y yang kedua-duanya memilki tingkat pengukuran interval, dapat dihitung dengan menggunakan korelasi product moment atau Product Moment Coefficient (Pearson’s Coefficient of Correlation) yang dikembangkan oleh Karl Pearson. Perbedaan dengan korelasi Spearman adalah pada korelasi Spearman yang dikorelasikan adalah data peringkatnya (rangking), sementara pada korelasi Product Moment data observasinya yang dikorelasikan.

  • Tingkat Keeratan Hubungan
Untuk dapat mengetahui kuat lemahnya tingkat atau derajat keeratan hubungan antara variabel X dan variabel Y, secara sederhana dapat diterangkan dapat diterangkan berdasarkan tabel nilai koefisien korelasi dari Guilford Emperical Rulesi berikut:
Tabel 2.2. Koefisien Korelasi Guilford
NILAI KORELASI
KETERANGAN
0,00 - 0,20
Hubungan sangat lemah (diabaikan, dianggap tidak ada korelasi)
0,20 - 0,40
Hubungan Rendah
0,40 - 0,70
Hubungan sedang/cukup
0,70 - 0,90
Hubungan kat/tinggi
0,90 - 1,00
Hubungan sangat kuat/tinggi

Komentar