Kefatalan
generasi adalah ketika sejarah ditoreh secara tidak gamblang dan disadur dengan
tidak apa adanya. Lebih ironi lagi ketika sejarah tersebut diungkap secara
tidak transparan dan ditutup-tutupi keberadaannya. Dana Mbojo memiliki sejarah
yang panjang, dikenal sejak jaman Naka hingga jaman Modern saat ini. Namun
banyak catatan naskan kuno Dana Mbojo yang terbengkalai dimana-mana. Ada yang
ditemukan di Belanda, di Makassar, di Reo serta ada pula yang ditemukan di
Singapura dan Afrika. Dari naskah kuno serta artifak sejarah yang ditemukan,
dilakukanlah perangkaian catatan sejarah Dana Mbojo dari A sampai Z. namun
memang perlu permaklumatan apabila ditengah rangkaian tersebut terjadi miss
antara cerita B ke C dan sebagainya. Namun sangat tidak pantas dan merupakan
kejahatan turun temurun apabila rangkaian sejarah diendap demi pelanggengan
kekuasaan semu. Seperti tulisan kanda Zainuddin tentang Asal Usul Masyarakat
Bima pada kolom Artikel dan Opini pada website ini beberapa waktu lalu. Dari
beberapa tulisan tersebut menyatakan bahwa ` Dou Mbojo asli adalah Dou Doro
(orang pegunungan), sedangkan orang pesisir adalah pendatang'. Pada tulisan
tersebut juga menyatakan bahwa Dou Mbojo percaya dengan Ncuhi yang berasal dari
makakimbi-makakamba (mistik). Kemudian percaya dengan adanya `Parafu' yang
merupakan simbolitas ke-Tuhan-an yang bisa datang melalui Batu, Pohon, Gunung,
Laut dan sebagainya. Sehingga muncul lah kepercayaan animisme ditengah Dou
Mbojo. Terima kasih kepada kanda Zainuddin, karena melalui tulisan kanda saya
terinspirasi untuk menyusun tulisan sederhana dihadapan pembaca ini. Dari
tulisan ini saya mengawali dengan ungkapan `protes' atas beberapa buku sejarah
Bima, lebih-lebih terhadap Buku BO' Sangaji Kai yang ditulis oleh Henri
Chambert-Loir dan Siti Maryam R. Salahuddin. Sebab buku BO' Sangaji Kai tidak
mengungkap sejarah Bima dengan jelas dan atau tidak mengungkap keterkaitan
berbagai hubungan Sejarah Dana Mbojo yang lainnya. Saya telah lima kali
menamatkan Buku BO' Sangaji Kai hanya untuk mencari catatan tentang Kudeta
ataupun peristiwa pahit yang terjadi ditengah kerajaan Bima. Misalnya Kudeta
yang dilakukan oleh Jeneli Sape yang hanya diungkapkan melalui pertanyaan oleh
Gubernur Belanda di Makassar pada tahun 1792 kepada Sultan Abdul Hamid. Dari
pertanyaan tersebut tidak ada jawaban maupun cerita lebih lanjut dalam buku BO'
Sangaji Kai maupun Buku-buku sejarah lainnya. Begitupula dengan cerita La Hila
yang selalu diangkat, sedangkan La Mbila tidak pernah diangkat. Padahal mereka
berdua adalah adik kakak yang merupakan Mahkota kerajaan. Baru-baru ini
ditemukan naskah Kuno yang menyatakan bahwa La Hila melakukan Kudeta atas
kekuasaan Kakaknya, La Mbila. Kemudian La Mbila hilang begitu saja dalam
beberapa catatan sejarah Bima. Dalam Buku BO' Sangaji Kai, La Mbila disebutkan
ada 2 yaitu Rumata Makapiri Solo dan Rato Bumi Renda Manuru Suntu, tanpa
menjelaskan La Mbila tersebut adalah orang atau Gelar. Kemudian catatan lain
adalah tentang penaklukan tanah timur (Solo, Sawu, Solor, Sumba, Larantuka,
Ende, Manggarai dan Komodo) oleh Makapiri Solo, anak dari Raja Bicara Rumata
Mawa'a Bilmana. Kemudian sejarah lanjutan atas penaklukan Reo 21 tahun (1762 –
1792) yang merupakan cikal bakal adanya ASI POTA Mbojo dan Takapak tangan
`Kahampa'. Serta masih banyak catatan sejarah Dana Mbojo lain yang masih
menjadi misteri. Berbicara tentang Tapak Tangan `Kahampa'. Saya menemukan dua versi,
yaitu merupakan Tapak pada jaman Batu (Naka) yang dilakukan oleh kerajaan
Kalepe Parado dalam rangka menandai kekuasaan wilayahnya. Dan versi yang lain
adalah tapak tangan sultan Bima yang menengahi pertumpahan darah antara
Bima-Goa-Manggarai pada tahun 1762-1769. kemudian yang menjadi pertanyaan
adalah tentang keberadaan kerajaan Kalepe di Parado. Sebab, dalam beberapa
literature sejarah di Bima, tidak ada yang menulis tentang keberadaan kerajaan
ini maupun asal usulnya. Yang ditemukan hanyalah puing-puing bangunan istana
yang luluhlantah. Dari hasil kajian dan eksplorasi singkat saya dengan
teman-teman budayawan Bima yang kemudian disenergiskan melalui diskusi ringan
dengan sejarawan yang ada di Bima. Bahwa kerajaan Kalepe itu memang ada, yang
merupakan kerajaan terbesar di pulau Sumbawa hingga Manggarai. Letak kerajaan
Kalepe adalah diwilayah pegunungan Parado yang dibuktikan dengan adanya artifak
dan puing-puing reruntuhan Istana kerajaan. Dari beberapa pembuktian yang ada,
bahwa kerajaan Kalepe ini ada pada jaman Batu atau Jaman Naka yang merupakan
jaman manusia belum mengenal huruf dan tulisan. Kerajaan kalepe inilah yang
merupakan kerajaan Dana Mbojo sesungguhnya, sekaligus turun temurun Asli Dou
Mbojo. Dari rangkuman cerita yang ada, Kerajaan Kalepe ditaklukan oleh Ncuhi
Dara beserta sekutunya. Dari penaklukan ini, rakyat kalepe melarikan diri
kearah Timur dan Barat sebab penyerangan dilakukan melalui arah utara. Yang ke
barat hingga ke Tambora kemudian mendirikan kerajaan Peka (putih) di Tambora,
sedangkan kearah Timur tidak diketahui. Hal ini dapat dibuktikan dengan
prasasti peninggalan-peninggalan yang antara lain, wadu pa'a, Karombo
(karumbu), Temba Romba, dll. Sebagian masyarakat Kalepe yang tidak mampu lagi
melarikan diri kemudian berhenti di Sambori, karena merasa tidak dikejar lagi
maka mereka mendiami Sambori hingga sekarang yang kemudian disebut Donggo Ele.
Sedangkan para tawanan perang dalam rangka penaklukan kerajaan Kalepe dibuang
ke Donggo yang kemudian berkeluarga dan berketurunan sehingga menjadi Donggo
Di' . Ada kemungkinan bahwa Ncuhi yang merupakan kepala suku (bukan dewa yang
disebutkan) yang memimpin komunitas masyarakat atau dusun. Yang kemudian
melakukan penggalangan kekuatan dalam melakukan pemberontakan kepada kerajaan.
Penaklukan kerajaan Kalepe oleh Ncuhi Dara yang merupakan kepala dari lima
Ncuhi yang disebut Ncuhi Na'e (Banggapupa, Dorowoni, Parewa, Bolo, Dara).
Sedangkan munculnya Ncuhi yang lain seperti Ncuhi Donggo, Ncuhi Kolo serta
Ncuhi Parado hadir kemudian. Setelah kerajaan Kalepe dikalahkan. Ncuhi-Ncuhi
inilah yang memerintah masyarakat Dana Mbojo. Saya mencoba mengaitkan Logat
yang ada di Bima melalui wilayah kesukuan Ncuhi diatas sebagai kepala suku-suku
yang ada di Bima. Ncuhi Kolo merupakan Ncuhi yang berada di bentangan
pegunungan Kolo hingga Wera (sentu wera), Ncuhi Bolo adalah yang mengepalai
masyarakat wilayah Bolo kearah Barat (sentu sila), Ncuhi Parewa yang menguasai
wilayah sakuru hingga Monta bagian dalam (sentu Monta-Tangga), Ncuhi Dorowani
adalah pegunungan Belo hingga pegunungan kearah selatan sebelum Parado (sentu
ngali-renda, cenggu-tente), Ncuhi Parado yang menguasai wilayah Parado kearah
timur, Ncuhi Banggapupa mengepalai wilayah Lambu ke utara (sentu sape), Ncuhi
Dara yang menguasai wilayah Rasanae, serta Ncuhi Donggo yang mengepalai wilayah
pegunungan Donggo (sentu donggo). Sehingga saya menyimpulkan bahwa logat yang
ada di Bima dibagi dalam delapan logat sesuai dengan kehidupan masing-masing
suku yang dikepalai oleh salah seorang Kepala Suku (Ncuhi). Kehidupan Ncuhi
beserta masyarakat yang dipimpinya terjadi sejak jaman Naka atau jaman Batu.
Dari nama-nama tersebut, tidak ada satupun Ncuhi yang hidup atau berasal dari
pesisir pantai. Semuanya berada dipegunungan atau di Gunung. Termasuk keberadaan
kerajaan Kalepe yang merupakan kerajaan asli Dana mbojo. Sedangkan masyarakat
pesisir yang mendiami kemudian adalah masyarakat pendatang. Yang sedikit demi
sedikit memenuhi pesisir pantai diwilayah teluk Bima dalam rangka berdagang.
Jika kita kaitkan dengan Sang Bima yang Nota Bene Menurunkan Raja Bima pertama
yaitu Indra Jamrud. Yang terkenal dengan sumpah Danatraha-nya ` Ederu nahu
surampa dou labo dana'. Sang Bima kita ketahui bersama hadir di Bima dalam 2
Versi yang berbeda yaitu melalui pulau Satonda dan melalui Nanga Belo (dermaga
Bima pertama). Sang Bima, hadir sebagai pendatang yang sedang melakukan
perjalanan ke Timur (tidak ada penjelasan perjalanan yang dilakukan apakah
untuk memperluas wilayah kekuasaan atau secara kebetulan singgah). Kemudian Sang
Bima mengajari para Ncuhi dan masyarakatnya tentang bagaimana mengenal huruf
dan menulisnya. Dari sinilah Sang Bima diterima oleh para Ncuhi karena
kemampuan membaca huruf dan tulisan. Konon Sang Bima menikah dengan salah satu
Fare Pidu (tujuh peri) di Kolo (tanpa Catatan yang jelas). Sang Bima merupakan
keturunan masyarakat Majapahit. Hal ini dapat dilihat dari asal kapal yang sang
Bima tumpangi, Fam yang digunakan dalam namanya serta keturunannya yang selalu
ke Majapahit dan beberapa diantaranya kemudian menikah dengan keturunan
Majapahit. Kemudian muncul gelar Manggampo Jawa yaitu yang membawa baca tulis.
Kemudian menjadi cikal bakal agama Hindu. Sehingga terkesan bahwa hadirnya Sang
Bima yang katanya merupakan cikal bakal Dou Mbojo sekarang adalah merupakan
keturunan Majapahit (Jawa). Kahadiran Sang Bima jauh setelah adanya Kerajaan
Kalepe yang hidup pada jaman Naka yaitu kerajaan Dou Mbojo sebenarnya. Namun
sangat disayangkan, bahwa kerajaan ini tidak memiliki catatan sejarah yang
jelas. Ada namun diendapkan atau memang tidak ada sama sekali. wallahualam Jadi
sebenarnya asal muasal Dou Mbojo adalah Dou Doro (dari pegunungan), bukan
pesisir seperti yang di dongengkan selama ini. Namun nampaknya kesan ini
dipudarkan melalui celaan, umpatan atau makaian dengan bahasa `nggomike dou
doro poda', `sampula bune dou donggo', `pahu dou doro nggomike' dan seterusnya.
Wajar jika dengan bahasa itu membuat kita marah karena disamakan dengan Dou
Mbojo poda, padahal kita ini sudah merupakan peranakkan dou jawa (orang Jawa).
Orang sambori asli dan Donggo Asli, akibat dipandang sebelah mata, mereka
mengasingkan diri dalam kehidupannya. Hal ini sama dengan masyarakat asli
Mengkasara (Makassar) yang mengasingkan diri di Kajang sebagai suku Kajang di
Bulukumba. Masyarakat Bima hari ini kehilangan identitas diri akibat Pembauran
keturunan yang terjadi, lebih-lebih ketika Makassar masuk Bima melalui kampung
melayu yang dinobatkan sebagai kampung elite Bima atau lebih dikenal sebagai
kampung suci karena para Lebe dan Majelis Sara Dana Mbojo dipenuhi oleh orang
kampung Melayu. Kampung Melayu di Istimewakan oleh Sultan Bima, yang kemudian
di istimewakan lagi dengan adanya perkawinan silang antara Kesultanan Bima dan
Kesultanan Goa hingga Sultan Bima yang ke- 6 (enam) memerintah. Dan bahwa dari
beberapa literature yang ada, perkawinan silang tersebut berlangsung selama 194
tahun lamanya. Dari gambaran singkat tersebut diatas. Sebenarnya kita adalah
Dou Bima (orang Bima) bukan Dou Mbojo (orang Mbojo). Yang berhak menyandang
gelar Dou Mbojo adalah masyarakat Donggo dan Sambori saja. Sebab merekalah
aslinya Dou Mbojo selama ini. Sedangkan Dou Bima adalah blesteran dari berbagai
asal keturunan (jawa, Makassar, Bugis, Gujarat, Cina, dll). Namun karena Dou
Mbojo lah kita "ada". Dan karena Dana Mbojo lah kita diterima
ditengah masyarakat. Dana Mbojo telah menempa kita juga menjadi Dou Mbojo. Maka
sudah sepantasnya kita berbuat untuk Dana Mbojo. Sudah sewajarnya kita
menghormati Dana Mbojo. Bukan untuk merampoknya, bukan untuk menodainya, bukan
untuk memalukannya dan lebih-lebih untuk merampasnya. Inilah identitas kita
sebagai Dou Bima yang tinggal di Dana Mbojo. ****** Jika kawan-kawan memiliki
referensi yang jelas yang berkaitan dengan tulisan diatas, mada doho sangat
berharap untuk meng-informasikankannya dan kiranya sudi membaginya dengan kami
dalam rangka menemukan identitas Budaya Ndai Mbojo (Bima-Mbojo) sebenarnya.
Sebab, jika kita berharap dari Naskah Kuno yang pernah tercatat, banyak yang
sudah terbakar bersamaan dengan terbakarnya ASI pada tahun 1938 dan banyak pula
yang terbengkalai, disobek maupun tinggal lembaran – lembaran yang tidak jelas.
Sehingga kami (TSC-Makassar) berinisiatif melakukan kajian literature serta
penelitian lapangan yang kompherensif atas keberadaan sejarah kebudayaan Mbojo.
Walaupun kami terkendala dengan masalah Dana, namun kami tetap berusaha keras
untuk melanjutkan penelitian yang kami lakukan hingga tuntas. Banyak kenyataan
di Dana Mbojo yang merupakan peninggalan jaman Naka maupun pada jaman kerajaan.
Namun hanya sebagian yang terungkap asal muasalnya. Melalui Forum ini, kami
harapkan dukungan semangat dari ita doho mawara diluar Dana Mbojo. Sudah
beberapa kali kami ke Bima untuk melakukan study otentik atas beberapa
peninggalan sejarah Bima yang kami temukan. Dari hasil tersebut kami melakukan
eksplorasi lapangan dengan dana yang sangat terbatas, namun dengan semangat
demi Dana Mbojo kami melakukannya. Terima kasih.
Oleh
: R a n g g a (Ketua Umum TSC – Makassar) www.bimacenter.com
Komentar
Posting Komentar