Sejak
kecil saya selalu senang membaca buku atau menonton dokumenter mengenai reptil
seperti buaya dan komodo. kebetulan Bapak saya bekerja Sebagai Seorang Polhut
di tamanam nasinal komodo maka di kehiduapan sehari hari kami Satwa komodo
bukanlah hal yang asing untuk di perbincangkan. meskipun orang tua saya bekerja
disana akan tetapi saya sejak kecil belum pernah kesana.
Ketika
seseorang menyebutkan kata komodo, yang terbayang di kepala saya saat itu
adalah kadal raksasa buas keturunan dinosaurus atau godzilla. Jadi ketika
mendengar bahwa orang- orang di sekitar saya pernah ke Pulau Komodo, langsung
saja saya bertanya kepada dia, “Seru nggak pas lihat komodo?”. Saya menantikan jawaban seperti “Oh iya!
Komodonya tiba-tiba saja langsung lari ke arah kami! Bikin kaget!” atau “Wuih, waktu itu
komodonya lagi nyerang
kerbau
loh! Seru banget!”, atau malah “Ya ampun, komodo itu seram cuy!”. Jawaban
mereka justru: “Eh, sandy . Tahu nggak? Gue sedih pas kesana
si komodonya malah pada tidur di kolong rumah gitu”. Bukan jawaban yang saya
harapkan tentunya, justru membuat saya bertanyatanya, apa yang terjadi dengan
si komodonya? cerita dari mereka membuat
saya penasaran dan niat saya untuk kesana menjadi kuat tepatnya pada liburan
semester yang yang lalu saya ikut menjadi followntir.
Komodo
inilah yang kemudian mendorong saya untuk ikut dalam kegiatan potroli laut yang
di adakan oleh Balai taman Nasinaol Komodouk mendegarkan sejarah orang kampung komodo dan menjadi
followntir menjadi salah sau bagian dalam kegiatan Potroli Lauat yang
dilakukan oleh Balai Taman Nasional Komodo. Saya beruntung mendapatkan
kesempatan dua kali berkunjung ke Pulau Komodo. Kedua dalam rangka sebagai
Guide atau lebih dikenal sebagai Ranger.
Biawak Komodo yang
dijuluki Komodo dragon atau Varanus Komodoensis atau nama
lokal “Ora”, kadal raksasa ini menurut cerita dipublikasikan pertama kali pada
tahun 1912 di harian nasional Hindia Belanda. Peter A. Ouwens, direktur Museum
Zoologi di Bogor adalah orang yang telah mengenalkan komodo kepada dunia lewat
papernya itu. Semenjak itu, ekspedisi dan penelitian terhadap spesies langka
ini terus dilakukan, bahkan dikabarkan sempat menginspirasi Film KingKong di
tahun 1933.Menyadari perlunya perlindungan terhadap Komodo di tengah aktivitas
manusia di habitat aslinya itu, pada tahun 1915 Pemerintah Belanda mengeluarkan
larangan perburuan dan pembunuhan komodo. Biawak komodo merupakan spesies yang rentan terhadap kepunahan, dan
dikatagorikan sebagai spesies “Rentan” dalam daftar IUCN Red List. Sekitar
4.000–5.000 ekor komodo diperkirakan masih hidup di alam liar. Menurut data
yang dirilis BTNK hasil Monitoring Satwa
Komodo Tahun 2014 Populasi ini terbatas menyebar di pulau-pulau
Rinca (2.874 ekor), Gili Motang (75 ekor), , Komodo (2.919 ekor), Nusa Kode (55
ekor), dan Padar (5 ekor). Meski demikian, ada keprihatinan mengenai populasi
ini karena diperkirakan dari semuanya itu hanya tinggal 350 ekor betina yang
produktif dan dapat berbiak.(BTNK, 2013)
Komentar
Posting Komentar